Thursday, December 10, 2009

PERSPEKTIF PERILAKU KONSUMEN


1. Deskripsikan empat elemen model analisis perilaku konsumen !

· Komponen kognisi dan afeksi

o Komponen kognisi

Dalam komponen kognisi terdiri dari keyakinan dan pengetahuan konsumen tentang produk. Keyakinan dan pengetahuan tentang produk ini berbeda antara satu konsumen dengan konsumen yang lain.

Contoh : misalkan pada santan instan merk ”Kara”, ketika konsumen ditanya apa pandangan mereka tentang merek ini, maka bisa jadi jawabannya satu di antara mereka adalah berikut: santan instan yang mirip dengan santan kelapa asli, harga terjangkau, tidak repot, dapat digunakan pada bermacam-macam masakan, lebih tahan lama, dan lain-lain. Masih banyak kemungkinan jawaban lain, namun yang pasti jawaban-jawaban di atas menjelaskan keyakinan dan pengetahuan konsumen pada kualitas santan instan merk ”Kara”. Benar salahnya jawaban konsumen tersebut tidak menjadi masalah, karena yang penting adalah eksistensi produk tersebut. Semakin positif keyakinan konsumen terhadap produk, maka semakin positif pula sikap konsumen terhadap produk(Ferrinadewi, 2008).

o Komponen afeksi

Merupakan perasaan atau emosi kita terhadap objek tertentu. Biasanya diungkapkan dalam bentuk rasa suka atau rasa tidak suka. Umumnya keyakinan konsumen akan suatu produk melekat erat dengan perasaannya. Emosi yang melekat pada keyakinan konsumen sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi internal individunya. Jelasnya perasaan suka atau tidak suka ini banyak ditentukan oleh keyakinan konsumen, namun belum tentu setiap konsumen yang memiliki keyakinan yang sama akan menunjukkan emosi yang sama. Hal ini

disebabkan karena masing-masing individu memiliki situasi latar belakang yang berbeda.

Perasaan yang merupakan hasil evaluasi dari atribut produk ini dapat juga mempengaruhi keyakinan konsumen bahkan bisa merubah keyakinannya (Ferrinadewi, 2008).

Menurut Peter dan Olson (1999), afeksi (affect) dan kognisi (cognition) mengacu pada dua tipe tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Dalam bahasa yang lebih sederhana, afeksi melibatkan perasaan, sementara kognisi melibatkan pemikiran

Tanggapan-tanggapan afektif beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan. Misalnya, afeksi yang melibatkan emosi yang relatif gencar seperti cinta atau marah, status perasaan yang tidak begitu kuat seperti kepuasan atau frustasi, suasana hati yang melarutkan seperti relaksasi atau kebosanan.

Kognisi mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungannya. Misalnya, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan yang didapat orang dari pengalamannya dan yang tertanam dalam ingatan mereka. Termasuk juga didalamya proses psikologis yang terkait dengan pemberian perhatian dan pemahaman terhadap aspek-aspek lingkungan, mengingat kejadian masa lalu, pembentukan evaluasi, dan pembuatan keputusan pembelian. Sementara berbagai aspek kognisi adalah proses berpikir sadar, dimana proses kognisi dilakukan secara tak sadar dan otomatis.

Jadi, menurut kami komponen afeksi dan kognisi saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Afeksi (perasaan) akan tersalurkan dengan adanya suatu kognisi (pemikiran), dan begitu pula sebaliknya kognisi (pemkiran) tidak akan terwujud tanpa adanya suatu afeksi (perasaan). Komponen afeksi dan kognisi yang saling berhubungan ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.

· Lingkungan konsumen

Menurut Peter dan Olson (1999), lingkungan adalah the environment refers to all the physical and social characteristic of a consumer’s external world including physical objects (product and stores), spatial, relationship (location of stores and product in stores), and social behaviour of other people (who is around and what they are doing).

Jadi, lingkungan konsumen terbagi ke dalam 2 macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial adalah semua interaksi sosial yang terjadi antara konsumen dengan orang sekelilingnya atau antara banyak orang. Lingkungan sosial adalah orang-orang lain yang berada di sekeliling konsumen dan termasuk perilaku dari orang-orang tersebut.

Berdasarkan kedekatannya dengan konsumen, lingkungan konsumen terbagi dalam lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan mikro adalah lingkungan yang sangat dekat dengan konsumen, yang berinteraksi langsung dengan konsumen. Lingkungan mikro akan mempengaruhi perilaku, sikap, dan kognitif konsumen tertentu secara langsung. Keluarga yang tinggal dengan konsumen adalah lingkungan mikro.

Lingkungan makro adalah lingkungan yang jauh dari konsumen. Lingkungan makro berskala luas, seperti sistem politik dan hukum, ekonomi, sosial, budaya. Contoh : penurunan dolar akan mempengaruhi daya beli konsumen.

Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berbentuk fisik di sekeliling konsumen. Yang termasuk lingkungan fisik adalah beragam produk, toko, lokasi toko, dan lain-lain. Contoh : rumah adalah lingkungan mikro fisik dari konsumen, karena akan mempengaruhi sikap dan perilaku secara langsung (Sumarwan, 2003).

Lingkungan (environment) mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen. Termasuk didalamnya benda-benda, tempat, dan orang lain yang mempengaruhi afeksi dan kognisi konsumen serta perilakunya.

Bagian penting dari lingkungan adalah rangsangan fisik dan sosial yang diciptakan oleh pemasar untuk mempengaruhi konsuman. Termasuk didalamnya adalah produk, iklan, pernyataan verbal oleh salesman, label harga, lampu tanda, dan toko. Semua hal tersebut sangat diperlukan dalam memahami perilaku konsumen (Peter dan Olson, 1999).

Jadi menurut kami, lingkungan mampu menstimulus seseorang agar terpengaruh dengan adanya kondisi lingkungan tertentu. Aspek lingkungan ini terkadang dikaitkan dengan strategi pemasaran yang dijalankan oleh suatu perusahaan. Seorang pemasar harus memahami kondisi lingkungan yang ada guna menjalankan strateginya. Untuk itulah, suatu kondisi lingkungan penting untuk memahami perilaku seorang konsumen.

· Perilaku (behaviour)

Keyakinan dan rasa suka pada suatu produk akan mendorong konsumen melakukan tindakan sebagai wujud dari keyakinan dan perasaannya (Ferrinadewi, 2008).

Sebagian dari perilaku konsumen seperti memandangi produk di rak, memungut dan meneliti bungkus, mengarahkan roda kereta dan seterusnya tidak akan menarik perhatian seorang manajer pemasaran, beberapa perilaku memiliki pengaruh penting bagi afeksi dan kognisi konsumen serta pembelian dadakan yang dilakukan, contohnya jika tidak melalui lorong tempat sereal sarapan dijual, konsumen tidak akan melihat dan membeli sereal yang dijual.

(Peter dan Olson, 1999)

Contoh : Seorang ibu rumah tangga bisa saja berbelanja bahan makanan kalengan di super market sementara untuk bahan buah-buahan dan sayuran, ia akan berbelanja di pasar tradisional. Perilaku ini bisa jadi disebabkan karena ia berkeyakinan bahwa harga sayuran dan buah-buahan akan lebih murah di pasar tradisional sementara produk makanan kalengan yang pasti terjamin kualitasnya tidak akan tersedia di pasar tradisional

Menurut kelompok kami, suatu perilaku dapat timbul karena adanya proses afeksi (perasaan) dan kognisi (pemikiran). Seseorang dikatakan berperilaku karena mempunyai perasaan dan pemikiran tertentu, sehingga dapat menimbulkan suatu tindakan melihat dan bahkan juga membeli suatu produk.

· Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran adalah bagian dari lingkungan serta terdiri dari berbagai rangsangan fisik dan sosial. Termasuk di dalam rangsangan tersebut adalah produk dan jasa, materi promosi atau iklan, tempat pertukaran atau toko eceran, dan informasi harga atau label harga yang ditempel pada produk. Penerapan strategi pemasaran melibatkan penempatan rangsangan pemasaran tersebut di lingkungan konsumen agar dapat mempengaruhi afeksi, kognisi, dan perilaku mereka.

Startegi pemasaran dapat mempengaruhi setiap elemen lainnya (seperti afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungan) dan sebaliknya, dapat dipengaruhi oleh setiap faktor tersebut. Contohnya, penempatan papan iklan jasa layanan mobil di dekat pintu keluar jalan tol mengubah tata ruang (lingkungan) dan dapat mengubah keinginan konsumen (kognisi) untuk berhenti membeli bensin, dan pada akhirnya mendorong konsumen berbelanja di toko sekitarnya. Keberhasilan menggunakan papan iklan dapat mendorong penempatan papan iklan lainnya di sepanjang jalan tol, sehingga mengubah pula lingkungan, kognisi, dan perilaku lainnya. Pada akhirnya, riset menunjukkan bahwa banyak konsumen yang tidak suka (afeksi) melihat terlalu banyak papan iklan memenuhi pinggir jalan sehingga suatu strategi baru harus segera dikembangkan. Dengan kata lain, strategi pemasaran berinteraksi timbal-balik dengan afeksi dan kognisi, perilaku, serta lingkungan sepanjang waktu. Strategi pemasaran dapat mengubah elemen lainnya dan dapat pula diubah oleh elemen lainnya (Peter dan Olson, 1999).

Jadi, strategi pemasaran adalah suatu kegiatan yang dijalankan oleh pemasar untuk tujuan-tujuan tertentu. Strategi pemasaran ini berkaitan dengan ketiga elemen lainnya seperti komponen afeksi dan kognisi, lingkungan dan perilaku. Adanya strategi pemasaran yang diciptakan oleh pemasar akan mampu mempengaruhi perasaan dan pemikiran seseorang, selain itu strategi pemasaran ini menstimulus afeksi dan kognisi seseorang melalui lingkunganya. Hubungan-hubungan di atas pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan yang disebut dengan perilaku seorang konsumen.



2. Jelaskan bahwa hubungan timbal balik lebih mencerminkan fenomena riil dalam proses pengambilan keputusan konsumen dari pada hubungan satu arah atau sebab akibat!

Secara umum, sebagian besar pendekatan mengacu pada hubungan satu arah sebab dan akibat. Misalnya, beberapa periset kognitif hanya pada dampak kausal dari faktor kognitif pada perilaku, sementara beberapa periset lainnya berorientasi perilaku berfokus hanya pada dampak kausal lingkungan pada perilaku.

Meskipun pendekatan satu arah tersebut memiliki nilai, pendekatan ini dapat membuat para periset dan pemasar strategis melupakan hubungan lain yang ada antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini dipercaya bahwa akan sangat berguna untuk memandang hubungan antara elemen-elemen ini sebagai suatu interaksi yang berkesinambungan, yang disebut sebagai penetapan timbal balik (resiprocal determinism). Timbal balik mengacu pada aksi saling menguntungkan di antara faktor, dan penetapan mengindikasikan dampak yang diakibatkan oleh faktor tersebut. Dengan demikian penetapan timbal balik berarti setiap elemen pada model menyebabkan elemen lain, dan sebaliknya, disebabkan oleh elemen lainnya, biasanya dalam suatu urutan kejadian yang berkesinambungan.

Contoh : selera pribadi melibatkan afeksi dan kognisi; menonton tv adalah sumber informasi, dan acara tv serta ketersediaannya adalah bagian dari lingkungan tv. Berdasarkan contoh di atas, digambarkan adanya hubungan satu arah yang mungkin di antara afeksi, kognisi, perilaku, dan lingkungan. Jelaslah bahwa setiap elemen dari model mempengaruhi dan dipengaruhi oleh elemen yang lain; dengan demikian mereka ditetapkan secara timbal balik. Oleh karena itu, hubungan satu arah sebab akibat yang sederhanapun tidak mampu memberikan penjelasan lengkap bahkan untuk kejadian sederhana. Pasti selalu ada keragaman interaksi kausal yang terlibat (Peter dan Olson, 1999).

Menurut Peter dan Olson (1999) empat hal penting dapat dibuat mengenai penetapan timbal balik dan hubungan antara elemen pada model.

1. Analisis menyeluruh perilaku konsumen harus mempertimbangkan ketiga elemen tersebut secara keseluruhan. Penjabaran perilaku konsumen didasarkan pada satu atau dua elemen tidaklah lengkap. Contohnya, menyatakan bahwa afeksi dan kognisi menyebabkan perilaku berarti meniadakan pengaruh lingkungan, menyepelekan sifat dinamis perilaku konsumen, dan dapat membuat strategi pemasaran menjadi kurang efektif.

2. Pentingnya menyadari bahwa sebagian dari ketiga elemen tersebut dapat menjadi titik awal analisis konsumen. Pada contoh tenteng televisi, analisis dimulai dengan selera konsuman; kita dapat memualainya dengan perilaku menonton TV atau dengan lingkungan program televisi. Meskipun demikian, karena pemasar kadangkala tertarik untuk mempengaruhi perilaku, analisis konsumen seringkali harus dimulai dengan berfokus pada perilaku.

3. Model bersifat dinamis; memandang perilaku konsumen sebagai suatu proses perubahan yang berkelanjutan. Mungkin kita dapat memberikan penjabaran yang baik tentang konsumen berdasarkan elemen tersebut pada suatu waktu, tetapi pada saat yang bersamaan sebagian dari elemen tersebut mungkin telah berubah. Oleh karena itu, hasil dari riset konsumen seringkali dengan cepat menjadi basi.

4. Model dapat diterapkan pada berbagai tingkatan analisis. Yaitu, dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan serta perubahan diantara afeksi dan kognisi, perilaku, serta lingkungan untuk seorang konsumen, satu grup konsumen (misalnya suatu target pasar tertentu), atau untuk masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, kita percaya bahwa model tersebut adalah model umum yang dapat diterapkan pada berbagai macam permasalahan pemasaran dengan baik.

Dalam proses pengambilan keputusan, hubungan sebab-akibat kurang mencerminkan fenomena riil yang ada. Hal itu dikarenakan pada umumnya konsumen tidak semata-mata membandingkan dan memilih berbagai macam produk dan memilih satu produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Seperti halnya yang digambarkan dalam hubungan sebab-akibat yang berfokus pada dampak kausal.
Hubungan sebab akibat :
Konsumen cenderung melalui proses yang lebih kompleks dalam pengambilan keputusan hingga memperoleh barang yang dikehendakinya. Seperti yang digambarkan dalam hubungan timbal balik dari keseluruhan elemen (efeksi dan kognisi, perilaku, lingkungan serta strategi pemasaran). Adanya stimulus merupakan faktor yang merangsang konsumen untuk melakukan pengambilan keputusan. Adakalanya konsumen belum mengetahui tentang barang yang akan dibelinya (stimulus ambiguity). Oleh karena itu konsumen harus mencari informasi dahulu mengenai barang yang akan dibelinya (overt search). Setelah itu konsumen memperoleh informasi singkat mengenai barang yang akan dibelinya (attention). Karena hanya sebagian saja informasi tentang barang itu yang dapat diingat oleh konsumen tersebut, maka dalam proses memori terjadilah perceptual bias. Konsumen itu akan dapat mengingat informasi mengenai barang yang akan dibelinya secara lebih baik apabila ia betul-betul membutuhkan barang tersebut atau jika ia sebelumnya banyak bertannya mengenai barang tersebut (hal ini merupakan exogenous variables). Tahap berikutnya merupakan formasi dari sikap (atitude). Hal ini dilakukan dengan merangkaikan kriteria memilih (choice criteria) dan memahami merek (brand comprehension). Kemudian konsumen memiliki kekuatan sikap positif pada suatu merek barang. Hal tersebut tergantung pada pemahamannya terhadap berbagai merek yang berbeda-beda (confidence), dan konsumen dapat menentukan apakah ia akan membeli barang tersebut yang sesuai dengan kebutuhan (intention). Jika konsumen tersebut telah mengetahui bermacam merek barang yang ia kehendaki, maka ia dapat merencanakan untuk membeli barang tersebut (output purchase). Apabila konsumen membeli barang sesuai dengan yang diharapkannya, maka ia akan mendapat kepuasan (satisfaction).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model perilaku konsumen dengan bentuk hubungan timbal balik terdapat exogenous variables yang terdiri dari proses pengamatan (perceptual processes) dan proses belajar (learning processes).

Variabel proses pengamatan (perceptual processes) terdiri dari:

1. Attention, merupakan reseptor-reseptor indera untuk mengendalikan penerimaan informasi.

2. Stimulus ambiguity, yaitu ketidakpastian tentang yang diamati dan tidak adanya makna dari informasi yang diterima.

3. perceptual bias (penyimpangan pengamatan), yaitu suatu distorsi dari informasi yang diterima.

4. overt search (penelusuran nyata), yaitu penelusuran informasi secara aktif.



Variabel proses belajar terdiri dari:
motif, yaitu suatu dorongan dari dalam diri untuk mencapai tujuan membeli.
Choice criteria (kriteria memilih), yaitu seperangkat motif yang berhubungan dengan tingkat produk yang menjadi pertimbangan.
brand comprehension (pemahaman merek), yaitu pengetahuan tentang berbagai merek barang yang akan dibeli.
attitude (sikap), yaitu kesukaan pada merek yang didasarkan atas kriteria memilih.
intention (niat, maksud), yaitu prediksi yang meliputi kapan, di mana, dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek, dan dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan.
confidence (kepercayaan), yaitu keyakinan terhadap suatu merek tertentu.
satisfaction (kepuasan), yaitu tingkat penyesuaian antara kebutuhan denga pembelian barang yang diharapkan oleh konsumen.



Menurut kami, perilaku konsumen pada dasarnya terbentuk karena adanya interaksi atau komunikasi antara produsen / pemasar dengan konsumen. Dalam suatu komunikasi yang efektif, dibutuhkan adanya interaksi aktif antar pelaku komunikasi (komunikan). Interaksi aktif itu sendiri merupakan perwujudan dari suatu hubungan timbal balik, dimana produsen (pemasar) memberikan informasi tentang produk yang diinginkan konsumen. Begitu pula konsumen, ia memberikan informasi (masukan) tentang kriteria produk yang dia inginkan. Sebagai dasar pertimbangan bagi perusahaan mengembangkan strategi pemasarannya. Strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan tentunya memiliki tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produknya, guna meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.

Keadaan tersebut cukup menunjukkan fenomena riil dalam proses pengambilan keputusan konsumen. Dimana dalam gambaran keadaan di atas menunjukkan dominasi peranan suatu hubungan yang bersifat timbal balik, yaitu antara produsen / pemasok dengan konsumen dalam proses pengambilan keputusan konsumen, atas pembelian suatu barang.



3. Aplikasikan contoh model pengambilan keputusan pembelian produk pertanian organik untuk tingkatan analisis konsumen individu dan organisasi!

· Analisis konsumen individu dalam model pengambilan keputusan pembelian sawi organik

Model yang sederhana mengenai perilaku konsumen dikembangkan oleh Joe Kent Kerby. Kesederhanaan model ini sangat bermanfaat untuk mengetahui dasar-dasar perilaku konsumen. Jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.



Model perilaku konsumen dari Kerby (Mangkunegara, 1988)



Stimulus akan menimbulkan pengenalan kebutuhan konsumen. Apabila situasi tidak bersifat rutin, akan timbul motivasi untu melakukan kegiatan, mengevaluasi alternatif, dan dapat memuaskan kebutuhan. Dengan demikian akan dihasilakan aktivitas bertujuan (melakukan kegiatan terarah pada tujuan untuk memuaskan kebutuhan). Aktivitas tersebut akan menjadi kebiasaan apabila dievaluasi sebagai respon yang selalu dapat memuaskan secara optimal.

Mediational center merupakan pusat berpikir seluruh proses dalam bekerjanya variabel yang ada pada bagan. Variabel eksogen (exogenous variable) dari model Howard dan Sheth ditujukan pada model Kerby sebagai faktor manusia dan faktor sosial.

Faktor manusianya adalah persepsi, sikap, belajar, kepribadian, perhatian, daya ingat, dan keterbatasan ekonomi. Sedangkan faktor sosial adalah persaingan, tingkat sosial, kelompok anutan, dan lingkungan budaya (Mangkunegara, 1988).



Contoh Aplikasi :

Ibu Rina mendapat informasi tentang sayuran organik, pada saat menonton televisi. Kemudian bu Rina menuju ke MOG Malang untuk melihat-lihat (stimulus). Saat melewati lorong rak sayur ibu Rina mengetahui tentang kondisi fisik sayur organik, harga sayur organik (need recognition). Bu Rina ingin mengetahui lebih lanjut mengenai cabai organik, bagaimana kelebihannya dibanding dengan cabai anorganik secara rinci. Maka, ia pun bertanya pada pramuniaga. Saat pramuniaga menjelaskan, maka ibu Rina mendapat informasi yang lebih rinci tentang cabai organik (atention). Penjelasan dari pramuniaga tersebut menimbulkan keinginan yang semakin kuat untuk membeli cabai organik (motivation). Setelah termotivasi, ibu Rina merasa cocok dengan cabai organik yang ada di rak. Dan dia berfikir bahwa cabai organik tersebut dapat memuaskan kebutuhannya (satisfier evaluation). Ibu Rina kemudian memutuskan untuk membeli cabai organik tersebut. Setelah melakukan pembelian, ibu Rina melakukan evaluasi terhadap cabai organik yang dibelinya. Apabila cocok ditandai dengan adanya kepuasan, dan begitu pula dengan sebaliknya (action evaluation). Jika cabai organik yang dibeli ternyata mampu memberikan kepuasan, maka akan menjadikan kebiasaan untuk membelinya lagi (habit).

Pusat pemikiran bu Rina dalam melakukan berbagai keputusan diatas dipengaruhi oleh faktor person dan faktor sosial.







Klasifikasi tahapan :

Person Factor : kognisi

Mediational Center : diri sendiri

Social Factor : lingkungan

Stimuli : strategi

Need Recognition : afeksi

Tension : afeksi

Motivation : afeksi

Satisfier Evaluation : afeksi

Action Evaluation : perilaku

Habit : perilaku

Perposive Action : perilaku

· Analisis konsumen Organisasi dalam model pengambilan keputusan pembelian cabai organik

Model ini merupakan pengembangan terhadap model perilaku konsumen dari Howard dan Sheth. Secara umum model ini berbeda dari model aslinya. Model ini merupakan model asli yang diaplikasikan untuk kelompok pembuat keputusan membeli dalam suatu organisasi.

Model ini mempunyai kesamaan dengan model aslinya, antara lain stimulus = information source, dan output (the suplier or brand choice). Penambahan di model Sheth ini ialah keputusan di ambil oleh kelompok. Oleh karena itu, penambahan pada proses belajar dan persepsi individu dalam model Sheth dimasukkan ke dalam proses interpersonal seperti resolusi konflik dan negosiasi (Mangkunegara, 1988).


Contoh Aplikasi :

Melalui tren yang ada saat ini, masyarakat sedang gencar-gencarnya melakukan pola hidup sehat, salah satunya yaitu dengan mengkonsumsi sayuran organik (information source). Melihat peluang yang menjanjikan tersebut sebuah hypermarket mulai membidik peluang bisnis dalam pengadaan sayuran organik. Pihak Quality Control menghendaki sayuran organik yang mempunyai kualitas baik. Sedangkan manajer keuangan mengharapkan dapat memperoleh sayuran organik dari suplier dengan harga yang rendah (expectation). Dari kedua belah pihak tersebut menyadari bahwa jika terus-menerus mencari sayuran organik yang murah dengan kualitas prima, maka perusahaan akan kehilangan peluang untuk menyediakan sayuran organik yang dibutuhkan konsumen (industrial buying process).

Kedua perbedaan pemikiran tersebut dapat dinegosiasikan (conflict resolution) sehingga diperoleh suatu keputusan untuk memilih suplier sayuran organik yang mampu memberikan kualitas dan harga yang pantas dan memenuhi syarat bagi perusahaan (suplier and brand choice).

Model perilaku konsumen industri dari Sheth (Mangkunegara, 1988)

Klasifikasi Tahapan :

Background of Individual : afeksi

Product and Company Specific Factor : strategi pemasaran

Information Source : kognisi

Active Search : perilaku

Perceptual Distortion : lingkungan

Expectation : afeksi

Industrial Buying Process : strategi pemasaran

Autonomous Decission : perilaku

Joint Decission : perilaku

Conflict Resolution : lingkungan

Satisfaction : afeksi

Supplier or Brand Choice : strategi pemasaran

Situational Factor : lingkungan

DAFTAR PUSTAKA



Amirullah. 2001. Perilaku Konsumen. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Ferrinadewi, Erna. 2008. Merek dan Psikologi Konsumen. Implikasi pada Strategi Pemasaran. Graha Ilmu. Yogyakarta

Mangkunegara, A. Prabu. 1988. Perilaku Konsumen. Eresco. Bandung

Mowen, John C dan Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Peter, J. Paul dan Olson. 1999. Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Erlangga. Jakarta

Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta.